| Deraphukum.click | Zaman terus berlari tanpa memberi kesempatan untuk benar-benar berhenti. Teknologi berkembang cepat, informasi datang silih berganti, dan arah kehidupan manusia berubah begitu tajam. Di tengah arus besar perubahan itu, pendidikan—khususnya pendidikan Islam—memikul amanah yang tidak ringan: menjaga keseimbangan antara kemajuan akal dan ketenangan jiwa. Mendidik hari ini bukan hanya soal mentransfer ilmu, tetapi tentang menanamkan makna, membangun karakter, serta merawat iman agar tetap tegak di tengah dunia yang kian riuh.
Anak-anak dan generasi muda tumbuh dalam ruang digital yang nyaris tanpa batas. Mereka lebih cepat mengenal layar dibanding mengenal sunyi. Lebih akrab dengan dunia maya daripada perenungan batin. Di satu sisi, ini membuka jalur ilmu yang luas. Namun di sisi lain, ia juga menghadirkan kegelisahan, kebingungan arah, dan kelelahan jiwa yang kerap tersembunyi di balik senyum. Di sinilah pendidikan Islam memiliki peran yang sangat penting: bukan hanya mencerdaskan pikiran, tetapi juga menenteramkan hati.
Al-Qur’an telah menegaskan bahwa hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. Pesan luhur ini terasa semakin relevan di tengah kehidupan modern yang penuh tekanan. Banyak manusia hari ini tampak aktif dan sibuk, tetapi jiwanya kosong. Pendidikan yang hanya mengasah kecerdasan tanpa menyentuh kedalaman ruhani akan melahirkan generasi yang cepat unggul, tetapi juga cepat runtuh. Sebaliknya, pendidikan yang menghidupkan iman dan adab akan melahirkan pribadi yang kuat dalam menghadapi badai kehidupan.
Di pesantren, surau, dan majelis ilmu yang sederhana, nilai-nilai ketenangan itu masih terus dijaga. Di tempat-tempat itulah ilmu tidak hanya dipelajari untuk dipahami, tetapi untuk dihidupi. Santri tidak sekadar diajari hukum-hukum agama, tetapi juga kesabaran, ketekunan, adab terhadap guru, serta makna keikhlasan dalam menjalani proses. Pendidikan seperti ini mungkin tidak bising oleh sorotan, tetapi akarnya menghujam kuat di kedalaman jiwa.
Di balik semua proses itu, ada sosok-sosok pendidik yang mengabdikan hidupnya dalam senyap. Salah satunya adalah Ustadz H. Muhammad Hasanuddin Asmi, yang dengan ketekunan dan keteguhan membina umat melalui berbagai jalur pendidikan. Beliau mengemban amanah sebagai pembina Yayasan Darul Adnen Batam, membina Majelis Taklim Ibu-Ibu Al-Maahiroh Batam, serta mengasuh TPQ, MDTA, dan MDTW Darul Adnen Batam. Dari anak-anak yang baru mengucap huruf hijaiyah hingga orang tua yang ingin menenangkan hati melalui ilmu, semua disentuh dengan kesungguhan yang sama.
Hari-hari beliau dijalani dalam ritme pengabdian yang tidak selalu mudah. Mengajar, membimbing, menasihati, dan mendoakan menjadi nafas perjuangannya. Tidak semua langkah disertai kemudahan, tidak setiap usaha mendapat tepuk tangan. Namun pengabdian tetap dijalani dengan istiqamah. Dari sosok seperti inilah kita belajar bahwa keikhlasan adalah ruh pendidikan, dan pengabdian sejati tidak menagih balasan dunia.
Para santri dan jamaah hari ini memikul beban zaman yang tidak ringan. Tekanan hidup, tuntutan keberhasilan yang serba cepat, serta derasnya perbandingan sosial sering menimbulkan kegamangan dan kecemasan. Maka kehadiran seorang pendidik bukan hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai peneduh jiwa, penuntun arah, dan penguat harapan. Di sanalah makna guru menjadi begitu dalam dan mulia.
Pendidikan Islam pada hakikatnya tidak bertujuan mencetak manusia yang hanya pandai berbicara tentang agama, tetapi melahirkan pribadi yang hidup dengan nilai-nilai agama. Ilmu tanpa adab akan melahirkan kesombongan. Ibadah tanpa keikhlasan akan melahirkan kekeringan batin. Namun ketika ilmu bertemu ketundukan dan amal dijalani dengan ketulusan, di sanalah lahir manusia yang kuat akalnya, lembut hatinya, dan kokoh pendiriannya.
Menjaga nyala pendidikan di tengah zaman yang serba cepat bukanlah perkara mudah. Ia menuntut kesabaran panjang, keteguhan yang dalam, serta keyakinan bahwa setiap huruf yang diajarkan dengan ikhlas akan tumbuh menjadi cahaya di masa depan. Dari ruang-ruang pengajian yang sederhana, dari lantunan ayat-ayat yang tak pernah putus, dan dari para pendidik yang setia mengabdi tanpa pamrih, masa depan umat sesungguhnya sedang ditanam perlahan, sunyi, tetapi penuh cahaya. (

