KARAWANG, JAWA BARAT | DerapHukum.click | Tegas di hadapan hukum, tapi lembut dalam prinsip hidup. Begitulah gambaran sosok Syaifullah, S.H., M.H., Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang yang selama masa jabatannya dikenal berani membongkar kasus-kasus besar namun tetap menjunjung tinggi nilai spiritual dan kemanusiaan.
Bagi pria kelahiran 19 Desember 1975 ini, setiap langkah penegakan hukum bukan hanya soal pasal dan alat bukti, tetapi juga bentuk pengabdian kepada Tuhan.
“Setiap kali menangani perkara, saya selalu memulai dengan doa. Saya minta kepada Allah, tunjukkan mana yang benar dan mana yang salah. Karena hukum tanpa kejujuran dan keberpihakan pada kebenaran, bisa jadi alat kepentingan. Dan itu yang saya hindari,” ujarnya dalam wawancara, Selasa (15/7/2025).
Keberanian Syaifullah dalam membongkar kasus-kasus kakap di Karawang telah mengukir catatan penting dalam sejarah penegakan hukum di daerah tersebut. Di bawah komandonya, Kejari Karawang berhasil mengungkap kasus korupsi proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) yang merugikan negara hingga Rp1,05 miliar.
Tak hanya itu, kasus besar lain seperti dugaan korupsi di PT Petrogas dengan kerugian negara Rp7,1 miliar, serta kasus di BUMN Pupuk Kujang yang menimbulkan kerugian sebesar Rp14,5 miliar, berhasil diselidiki secara profesional dan transparan.
Namun, keberaniannya bukan tanpa risiko. Tekanan dari berbagai pihak, termasuk isu dan tudingan pribadi, sempat mengiringi langkahnya. Tapi ia tak pernah goyah.
“Saya yakin, kalau niat kita benar, dan kita tidak bermain-main, InsyaAllah semuanya bisa dipertanggungjawabkan. Kebenaran akan menemukan jalannya,” tegasnya.
Kasus PJU menjadi ujian terberat yang membuktikan integritas institusi Kejaksaan di bawah kepemimpinannya. Setelah memberi waktu enam bulan kepada pihak terkait untuk mengembalikan kerugian negara, tak ada iktikad baik yang ditunjukkan. Maka jalur hukum pun diambil, dan dua orang ditetapkan sebagai tersangka.
“Semua orang tahu, kita sudah beri waktu. Tapi ketika dibilang ‘sudah beres’ tanpa ada pengembalian dana, itu yang tidak bisa saya diamkan,” tandasnya.
Di balik sikapnya yang tegas, tersimpan sisi humanis yang menjadikannya panutan. Hobinya bermain tenis menjadi jembatan yang menghubungkan antara pekerjaan dan pendekatan pada masyarakat.
Karawang bahkan ditunjuk menjadi tuan rumah Kejuaraan Nasional Tenis Junior untuk pertama kalinya, berkat inisiatif dan sentuhan langsung dari Syaifullah. Ia mendorong pembangunan lapangan-lapangan tenis di daerah pinggiran agar anak-anak tidak hanya larut dalam dunia digital.
“Saya ini besar di kampung Surabaya. Main layangan, kelereng, bola, boy-boyan. Saya ingin anak-anak Karawang juga punya ruang untuk itu. Jangan hanya tumbuh dengan dunia digital,” kenangnya.
Lapangan-lapangan yang dulu terbengkalai kini kembali ramai digunakan, menjadi ruang bermain sekaligus tempat pembinaan generasi muda.
Karier panjangnya dimulai sejak menjadi CPNS di Kejaksaan Negeri Poso. Namun di tengah perjalanan panjang itu, ada satu hal yang belum ia tuntaskan: membalas jasa orang tua.
“Ibu saya wafat saat saya SMA kelas 1, bapak menyusul di kelas 2. Sampai hari ini, saya masih merasa belum bisa membalas kebaikan mereka. Setiap salat saya mendoakan mereka, dan itu yang jadi penyemangat hidup saya,” ucapnya lirih, dengan mata berkaca.
Kehilangan orang tua di usia muda menjadikannya pribadi yang kuat, namun tetap rendah hati. Ia memegang teguh prinsip untuk menjalani tugas secara profesional, sesuai aturan, dan tak pernah mempermainkan hukum.
Kini, berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 352 Tahun 2025 tertanggal 4 Juli 2025, Syaifullah resmi dipindahtugaskan dari jabatannya sebagai Kajari Karawang dan dipromosikan menjadi Asisten Pengawasan pada Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau di Tanjungpinang.
Sebagai pengganti, Jaksa Agung menunjuk Dedy Irwan Virantama, S.H., M.H., yang sebelumnya menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Sanggau, untuk menempati posisi strategis sebagai Kajari Karawang.
“Kalau kita sudah benar, pasti ada saja yang tidak suka. Tapi kalau kita takut dikritik, ya lebih baik jangan jadi penegak hukum,” pungkasnya.
Di akhir masa jabatannya, Syaifullah menyampaikan terima kasih kepada seluruh elemen masyarakat Karawang, mulai dari pejabat pemerintahan, tokoh agama, awak media, hingga masyarakat sipil yang telah menerima dan menjalin silaturahmi dengan baik selama ia bertugas.
Tak hanya dikenal sebagai penegak hukum, Syaifullah juga meninggalkan warisan sosial yang patut diapresiasi. Ia kerap memberikan bantuan kepada yayasan yatim piatu, panti jompo, dan masjid di berbagai kecamatan di Karawang. Aksi-aksi sosial itu ia lakukan secara konsisten tanpa sorotan, sebagai bentuk kepedulian dan pengabdian terhadap sesama.
Langkah dan prinsip hidup yang ia pegang menjadikan Syaifullah bukan hanya seorang jaksa, tapi juga figur teladan — yang mengajarkan bahwa kekuasaan sejati lahir dari kejujuran, keberanian, dan ketulusan hati.(Red)