PEKALONGAN, JAWA TENGAH | DerapHukum.click | Pemerintah Kabupaten Pekalongan telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 21 Tahun 2017 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL), yang secara tegas melarang penggunaan fasilitas umum seperti trotoar untuk kegiatan berdagang.
Namun, di lapangan, fenomena pelanggaran masih banyak ditemukan. Di sejumlah wilayah, termasuk Desa Gumawang, Kecamatan Buaran, para pedagang kaki lima masih banyak yang menggunakan trotoar untuk berjualan, baik secara permanen maupun bongkar pasang (sementara). Akibatnya, hak pejalan kaki untuk menggunakan trotoar menjadi terabaikan.
Kondisi serupa juga terjadi di bahu Jalan Pantura, tepatnya di depan Pasar Wiradesa. Sedikitnya terdapat lebih dari lima warung yang menempati bahu jalan dan trotoar untuk berdagang. Tidak jelas kepada siapa para pedagang tersebut mengajukan izin, jika ada.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Pekalongan, Slamet Riyanto, saat dikonfirmasi di kantornya menyatakan bahwa pihaknya akan tetap bertindak sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku.
“Kami sebagai penegak Perda akan mengambil tindakan sesuai SOP, dimulai dari pembinaan dan peringatan. Tujuannya agar para pedagang memahami hak, kewajiban, dan larangan yang diatur dalam Perda Nomor 21 Tahun 2017,” ujar Slamet pada Senin (28/7).
Sementara itu, Aktivis Gerakan Nasional Pro Keadilan (GNPK), Ali Rosidin, ikut menyoroti persoalan tersebut. Ia mengingatkan agar penegakan aturan dilakukan secara adil dan tidak tebang pilih.
“Satpol PP harus tegas dan membina semua PKL yang melanggar aturan, tanpa pandang bulu,” tegas Ali Rosidin. (AR)