KARAWANG, | Deraphukum.click | Hujan turun pelan di dermaga Karawang, membasahi kayu-kayu tua yang sudah lapuk dimakan usia. Bonin berdiri di tepi, menatap laut luas yang menghubungkannya dengan Pulau Tidung—tempat di mana istri dan anak kembarnya menanti. Angin laut yang berembus membawa aroma garam, seakan mengundang kenangan yang telah lama mengendap dalam hatinya.

Sudah hampir 2 bulan Bonin merantau ke Karawang, bekerja sebagai jurnalis handal di media deraphukum.click demi menghidupi keluarganya. Awalnya, ia berjanji akan pulang setiap minggu. Tapi kenyataan dari yang ia bayangkan tidak bisa sesuai keinginan
Usaha yang pas-pasan, utang yang menumpuk, dan kebutuhan hidup yang terus meningkat membuatnya tak bisa menepati janji.
Istrinya, Sukinah selalu berusaha mengerti. Setiap kali mereka bertukar kabar lewat telepon, suaranya terdengar lembut, meski Bonin tahu betul ada kelelahan dan kesedihan yang ia sembunyikan. Yang paling menyayat hati adalah suara kedua anak kembarnya, Lala dan Lulu. tapi sekarang sudah bisa berceloteh.
“Ayah kapan pulang?”
Pertanyaan itu selalu muncul, seperti ombak yang tak pernah lelah menghantam pantai. Dan setiap kali Arman menjawab “Nanti kalau ayah sudah cukup uang”, selalu ada jeda sunyi di ujung telepon.
Hari ini, ia berencana pulang. Ia sudah menabung cukup lama, cukup untuk membeli tiket kapal dan membawa oleh-oleh sederhana untuk mereka. Tapi nasib kembali mengujinya.
Saat hendak membeli tiket, bosnya tiba-tiba meminta bantuan untuk bekerja lembur. Jika menolak, gajinya bulan depan bisa dipotong. Dengan berat hati, Bonin harus memilih antara segera pulang atau memastikan keluarganya tetap bisa makan bulan depan. Dan seperti sebelumnya, ia memilih bertahan.
Malam itu, Bonin duduk di sudut kamar kontrakannya yang sempit. Tangannya menggenggam boneka kecil yang dulu ia beli untuk Lala dan Lulu. Air matanya jatuh, membasahi debu di lantai.
Di Pulau Tidung, Sukinah duduk di beranda rumah panggungnya. Matanya menerawang ke lautan yang gelap, berharap ada kapal yang membawa suaminya pulang. Lala dan Lulu sudah tertidur, memeluk boneka mereka yang mulai lusuh.
“Ayah pasti pulang, kan, Bu?” tanya Lala sebelum terlelap tadi.
Sukinah hanya tersenyum dan mengangguk, meski hatinya hancur.
Di kejauhan, suara deburan ombak terdengar lirih. Laut yang memisahkan mereka tetap setia berbisik, menyampaikan rindu yang entah kapan bisa terobati.
(Red)

