JEPARA, JAWA TENGAH | DerapHukum.click | Kehadiran Bupati Jepara sesuai janjinya untuk menemui masyarakat pada Rabu (24/09/2025) sempat membawa angin segar bagi warga yang sudah lama menantikan kepastian. Janji yang sebelumnya terucap akhirnya ditepati, menjadi bukti bahwa pemimpin daerah masih peduli terhadap keresahan rakyatnya.
Namun, momen penting itu justru menyisakan tanda tanya besar. Perangkat desa yang diharapkan hadir mendampingi Bupati, mendengar aspirasi warga, sekaligus menjadi jembatan komunikasi di tingkat bawah, sama sekali tidak terlihat di lokasi.
Absennya perangkat desa memicu kritik tajam. Sejumlah warga menilai ketidakhadiran tersebut sebagai bentuk abai dan lemahnya tanggung jawab moral.
> “Kami sangat mengapresiasi Bupati yang hadir sesuai janji, tapi perangkat desa yang sehari-hari hidup bersama kami justru tidak muncul. Pertanyaannya, ke mana mereka?” ujar salah satu tokoh warga dengan nada kecewa.
Situasi ini memunculkan persepsi bahwa perangkat desa gagal menempatkan diri dalam momen penting. Padahal, mereka memiliki kewajiban moral dan administratif untuk hadir dalam forum yang menyangkut kepentingan rakyat.
> “Kalau Bupati saja bisa meluangkan waktu, kenapa perangkat desa yang notabene perpanjangan tangan pemerintah justru menghilang? Ada apa sebenarnya?” tanya seorang warga lainnya.
Kehadiran Bupati seharusnya menjadi titik temu untuk memperkuat koordinasi antara kabupaten dan desa. Namun, absennya perangkat desa justru menghadirkan kesan sebaliknya: publik menilai ada jarak sekaligus ketidakseriusan aparatur desa dalam menjalankan fungsinya.
Di satu sisi, masyarakat mengapresiasi komitmen Bupati. Namun di sisi lain, rasa kecewa terhadap perangkat desa tak dapat disembunyikan. Momentum yang seharusnya menjadi ajang membangun kebersamaan akhirnya tercoreng oleh ketidakhadiran pihak yang seharusnya paling dekat dengan rakyat.
Kini, bola panas ada di tangan perangkat desa. Mereka dituntut untuk memberikan penjelasan atas ketidakhadiran yang dianggap meremehkan aspirasi warga. Tanpa keterangan yang jelas, publik dikhawatirkan semakin kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah desa.
Masyarakat berharap, kejadian ini menjadi pelajaran penting agar perangkat desa lebih peka, tidak hanya hadir di balik meja, dan benar-benar menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi maupun kelompok.
(ARI)