Brebes,Jawa Tengah | Deraphukum.click | Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, Pemerintah Desa Jatisawit, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes, menggelar Lomba Kenthongan tingkat desa pada Kamis, 21 Agustus 2025. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya pelestarian seni dan budaya tradisional yang mulai tergerus oleh perkembangan zaman.
Lomba dimulai dari Lapangan Muncang dan berakhir di Jalan H. Yasin, diikuti oleh sejumlah kelompok kenthongan yang merupakan perwakilan dari RT dan RW se-Desa Jatisawit.
Ribuan warga tampak antusias memadati sepanjang rute lomba untuk memberikan dukungan kepada para peserta.
Kepala Desa Jatisawit, Dedi Susilo Wibowo, S.Pd., menegaskan bahwa lomba ini tidak hanya sebagai hiburan rakyat, tetapi juga menjadi sarana untuk membangkitkan semangat gotong royong dan kecintaan terhadap seni budaya lokal.
“Melalui lomba kenthongan ini, kami ingin menghidupkan kembali semangat kebersamaan, sekaligus menumbuhkan rasa bangga terhadap seni tradisional yang merupakan bagian dari identitas budaya kita,” ujar Dedi di sela kegiatan.
Lebih dari sekadar alat komunikasi tradisional, kenthongan kini berkembang menjadi ekspresi seni musik yang sarat akan nilai-nilai kearifan lokal. Para peserta dituntut menampilkan kekompakan, kreativitas, dan harmonisasi dalam balutan nuansa tradisi yang khas.
Selain menjadi ajang pelestarian budaya, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga serta membangkitkan semangat nasionalisme di tengah masyarakat.
Berikut adalah daftar pemenang Lomba Kentongan Desa Jatisawit 2025 kategori Kreasi Musik Tradisional:
1. Juara I: Rampak Bambu Laras Sejati (RT 03/RW 02)
2. Juara II: Wirama Deling, Dukuh Kalibata
3. Juara III: Tunas Jati Percussion
Acara berlangsung meriah dan tertib dengan dukungan penuh dari Forkopimcam Bumiayu.
Untuk kelancaran dan keamanan kegiatan, personel dari Polsek Bumiayu dan Dinas Perhubungan turut diterjunkan ke lapangan guna mengatur arus lalu lintas dan menjaga ketertiban.
Lomba kentongan ini menjadi simbol sinergi antara pemerintah desa dan masyarakat dalam menjaga kelestarian warisan budaya.
Kegiatan ini juga membuktikan bahwa tradisi lokal masih relevan dan mampu menjadi pemersatu di tengah arus modernisasi.(Wawan AKA)

