BATANG, Jawa Tengah | DerapHukum.click | Seorang nasabah bank milik pemerintah di Batang, Jawa Tengah, berinisial CS, mengaku mendapat intimidasi dari dua pegawai bank saat berada di rumahnya pada Kamis (15/5/2025).
Kuasa hukum CS, Didik Pramono, menyebut bahwa dua pegawai bank tersebut datang ke rumah kliennya dengan tindakan interogatif dan memaksa CS menandatangani sejumlah dokumen, meskipun persoalan kredit yang dihadapi masih dalam proses mediasi dengan manajemen bank.
“Dua pegawai bank ini tiba-tiba datang ke rumah klien saya, menginterogasi, dan memaksa untuk menandatangani beberapa dokumen. Padahal, kasus ini sedang dalam proses mediasi,” ujar Didik saat dikonfirmasi, Jumat (16/5/2025).
Didik juga menyayangkan sikap pihak bank yang dinilai tidak menghormati proses hukum. Ia menegaskan bahwa pihak bank sudah mengetahui bahwa dirinya telah ditunjuk sebagai kuasa hukum dalam perkara tersebut.
“Saya kecewa karena pihak bank sudah tahu bahwa saya kuasa hukum, tapi mereka justru melewati saya dan tidak menghubungi terlebih dahulu,” ucapnya.
Ia berharap pihak bank tidak mengambil tindakan intimidatif yang dapat mengganggu upaya penyelesaian sengketa secara baik-baik.
Sebelumnya, selain CS, nasabah lain berinisial RSW juga mengaku mengalami dugaan praktik kredit ganda serta intimidasi dari pihak bank dalam upaya penyelesaian pinjaman.
RSW menceritakan bahwa pada tahun 2019, ia bersama orang tuanya mengajukan Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes) sebesar Rp105 juta dengan tenor lima tahun dan cicilan Rp2,6 juta per bulan. Namun, usaha keluarga mereka terdampak pandemi COVID-19 sehingga mengalami kesulitan membayar cicilan.
“Kami sempat mengajukan restrukturisasi dan diberikan penundaan cicilan selama enam bulan, lalu diperpanjang enam bulan lagi,” ungkap RSW saat ditemui di rumahnya, Sabtu (26/4/2025).
Setelah masa restrukturisasi berakhir dan kondisi usaha belum membaik, RSW berkonsultasi dengan seorang mantri bank berinisial J. Sang mantri menyarankan pemindahan kredit ke skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan cicilan yang lebih ringan, yakni Rp2 juta per bulan.
Namun, menurut RSW, pinjaman KUR tersebut justru dibuat atas nama saudaranya, CS, tanpa sepengetahuannya.
“Pinjaman baru itu dipakai untuk melunasi Kupedes saya, tapi justru atas nama CS. Anehnya, saya tidak pernah menandatangani apa pun. Tapi saya tetap ditagih cicilan baik untuk Kupedes maupun KUR,” ujarnya.
RSW juga mengaku kecewa dengan sikap pimpinan unit bank yang dinilainya tidak profesional ketika dirinya mencoba meminta klarifikasi.
“Waktu saya tanya ke Pak J, jawabannya berputar-putar. Saat saya datang ke kantor unit, saya malah diminta diam dan tidak memperdebatkan,” keluhnya.
RSW menyatakan tengah mempertimbangkan untuk menempuh langkah hukum atas permasalahan yang dihadapinya.(ARI/DIDIK)