Karawang, Jawabarat | Deraphukum.click | Simpang jomin, Kecepatan aparat dalam menggelar razia kendaraan bermotor patut diacungi jempol. Dalam hitungan menit, personel lengkap dengan perlengkapan bisa menggelar operasi di jalan raya. Namun sayangnya, kecepatan ini tidak berlaku saat bicara soal pengaturan lalu lintas harian.
Simpang Jomin, titik strategis sekaligus langganan macet parah di Karawang, justru luput dari perhatian serius. Alih-alih dijaga oleh petugas resmi, arus kendaraan diatur oleh “Pak Ogah”—sosok tidak resmi tanpa wewenang, tanpa pelatihan, dan tanpa akuntabilitas. Setiap hari, pengguna jalan harus berjibaku dalam antrean panjang, sementara aparat seolah tutup mata.
Ini bukan sekadar ironi. Ini adalah potret buram dari kegagalan manajemen lalu lintas yang layak menjadi bahan evaluasi mendalam. Ketika razia bisa digelar rutin dan cepat, namun kemacetan harian tak kunjung diatasi, masyarakat berhak bertanya: apakah fokus pelayanan publik sudah bergeser dari penertiban ke sekadar penindakan?
Ketidakhadiran petugas resmi dalam pengaturan lalu lintas harian tidak hanya mempermalukan institusi, tetapi juga membuka ruang bagi praktik-praktik liar dan tidak bertanggung jawab. Lalu lintas bukan hanya soal tilang dan razia, tetapi soal kehadiran negara dalam menjaga keteraturan, kenyamanan, dan keselamatan warganya.
Instansi terkait—baik Kepolisian Lalu Lintas maupun Dinas Perhubungan—sudah saatnya turun tangan secara nyata, bukan sekadar seremonial. Simpang Jomin membutuhkan solusi konkret, bukan dibiarkan menjadi medan chaos yang ditonton dari jauh. Kalau aparat bisa begitu cepat saat razia, tidak ada alasan untuk lamban dalam menyelesaikan kemacetan yang sudah bertahun-tahun terjadi.(Davis)