| Deraphukum.click | Wartawan atau jurnalis mempunyai hak yang mencakup kebebasan mengakses informasi dan berpendapat, hak tolak untuk melindungi narasumber, hak perlindungan hukum dan keamanan, serta hak menolak informasi yang bertentangan dengan hati nurani dan etika jurnalistik.
Hak ini diatur dalam konstitusi, undang-undang pers, dan kode etik jurnalistik, yang bertujuan memastikan jurnalis dapat menjalankan tugasnya secara profesional dan independen demi kepentingan publik.
Beberapa kasus yang terjadi dibeberapa daerah adanya kekerasan terhadap wartawan bahkan kriminalisasi terhadap wartawan hal ini sangat mencederai hak konstitusi dan demokrasi dimana wartawan dalam menjalankan tugasnya dilindungi Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Diberbagai daerah sering terjadi manakala seorang wartawan hendak melakukan liputan investigasi kegiatan ilegal seperti kegiatan galian C, mafia solar bersubsidi, peredaran obat terlarang, perjudian, kegiatan tambang ilegal dan lain lain sudah dapat dipastikan akan berhadapan dengan oknum oknum yang membekingi seperti dari Ormas dan oknum aparat baik TNI / Polri bahkan oknum Pengacara.
Sangat disayangkan apabila oknum dari TNI / Polri dan Pengacara ikut terlibat didalam kegiatan ilegal.
Semboyan Justice for all atau Justitia Omnibus” (keadilan untuk semua) dan “Fiat Justitia ruat caelum” (biarlah keadilan ditegakkan, meskipun langit runtuh). Quo Vadis of law?
Semboyan diatas hanya nyanyian tak bermakna.
Saatnya publik untuk dapat memahami tugas wartawan/ jurnalis agar tidak ada lagi kekerasan dan kriminalisasi terhadap karya jurnalis.
Terhadap oknum TNI/ Polri yang terlibat kekerasan agar tidak diberi ruang impunitas karena mencederai hak demokrasi dan pelanggaran hak Azasi manusia(HAM). USUT TUNTAS !!
Penulis :
Ali Rosidin
Ketua Sekber Insan Pers Jawa Tengah Pekalongan Raya.