KARAWANG – Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO Indonesia) DPD Karawang, Syuhada Wisastra, melayangkan kritik keras terhadap proyek pengadaan videotron senilai kurang lebih Rp 1,7 miliar oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Karawang, yang kini telah terpasang di atas Pos Polisi Alun-Alun Karawang.
Menurut Syuhada, pengadaan videotron tersebut bukan hanya menabrak semangat efisiensi nasional yang diusung pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, tetapi juga bertolak belakang dengan instruksi penghematan anggaran oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
“Di tengah arahan nasional untuk efisiensi dan penguatan sektor produktif, justru Diskominfo Karawang malah menghamburkan Rp 1,7 miliar untuk alat promosi satu arah. Sementara media lokal diabaikan, dan tidak ada transparansi kerja sama,” tegas Syuhada, Senin (14/7/2025).
“Proyek videotron Rp 1,7 miliar ini adalah ironi di tengah arahan nasional dan provinsi untuk efisiensi. Belanja besar tanpa kejelasan manfaat ini menunjukkan lemahnya keberpihakan terhadap kebutuhan publik yang riil,” ujar Syuhada.
Syuhada juga mengungkap bahwa hingga saat ini, kerjasama antara Diskominfo Karawang dan media lokal berjalan tanpa MoU resmi, tanpa transparansi, dan tanpa mekanisme anggaran yang adil.
“Kami mempertanyakan, mengapa media yang selama ini aktif mengedukasi publik justru dipinggirkan? Tak ada kejelasan honor, tak ada transparansi berapa media yang digandeng, bahkan tak semua media diberi ruang. Ini diskriminatif,” jelasnya.
“Saat media lokal berjuang menjaga independensi dan keberlangsungan operasional, pemerintah justru menggelontorkan anggaran miliaran rupiah untuk proyek yang tidak berdampak luas. Ini bentuk ketimpangan struktural yang harus dikoreksi,” tambah Syuhada.
Beberapa media lokal bahkan mengaku hanya mendapat anggaran tahunan Rp 750 ribu, angka yang tidak masuk akal dibandingkan dengan nilai proyek videotron yang mencapai Rp 1,7 miliar.
Pemerintah pusat mendorong efisiensi belanja birokrasi, mengarahkan dana ke bidang strategis seperti pendidikan, pangan, dan kesehatan.
Gubernur Dedi Mulyadi menekankan penghematan belanja non-prioritas, memotong kegiatan seremonial, dan belanja infrastruktur yang tak berdampak langsung pada rakyat.
“Videotron itu bukan kebutuhan mendesak. Apakah sudah ada kajian manfaat dan efektivitasnya? Bagaimana dampaknya ke publik? Atau ini sekadar proyek simbolik belaka?” tanya Syuhada.
Tuntutan dari IWO Indonesia Karawang:
1. Audit Independen atas Proyek Videotron oleh BPK atau Inspektorat Daerah.
2. Transparansi Penuh Anggaran Media, termasuk siapa saja penerima kerja sama dan nominalnya.
3. MoU Resmi dengan Media Lokal, demi menjaga akuntabilitas dan keadilan distribusi informasi.
4. Evaluasi Ulang Fungsi Videotron, jika tak berdampak luas maka alihfungsikan untuk hal yang lebih produktif.
Dengan menempatkan Rp 1,7 miliar di atas atap pos polisi, sementara jurnalisme lokal berjalan dengan anggaran nyaris nihil, Diskominfo Karawang tampak abai terhadap esensi komunikasi publik yang sehat dan berimbang. Di era keterbukaan, pemborosan dan ketertutupan bukan lagi pilihan.
“Kami tidak menolak teknologi, tapi tolong berpihaklah pada realitas. Saat rakyat bicara efisiensi, pemerintah jangan pamer kemewahan,” tutup Syuhada.
IWO Indonesia Karawang mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, organisasi profesi, serta media lokal untuk terus mengawal kebijakan publik di daerah agar tetap mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan terhadap kepentingan rakyat.(Red)