CILACAP, JAWA TENGAH | DerapHukum.click | Dugaan korupsi di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Cilacap Segara Artha terus menjadi sorotan tajam masyarakat dan para aktivis antikorupsi di Cilacap. Kasus yang diduga menyeret sejumlah pejabat ini mendapat perhatian khusus dari berbagai elemen, termasuk dari organisasi masyarakat Gibas Cilacap.
Masyarakat menyuarakan kekecewaannya atas dugaan penyalahgunaan dana rakyat hingga ratusan miliar rupiah yang semestinya digunakan untuk kesejahteraan publik. Namun ironisnya, dana tersebut justru diduga dibagi-bagi untuk kepentingan pribadi segelintir oknum.
“Mungkin hati para oknum itu sudah tertutup oleh ambisi keserakahan duniawi. Nurani mereka telah terselimuti kabut ketamakan sehingga akal sehat dan suara hati tak lagi mampu bekerja,” ujar salah seorang pemerhati yang enggan disebut namanya.
Senada dengan keresahan masyarakat, Ketua Gibas Cilacap, Bambang Purwanto, juga mengecam keras dugaan korupsi tersebut. Dalam pernyataannya kepada tim Derap Hukum, Bambang menyebut bahwa kasus ini adalah tamparan keras bagi masyarakat Cilacap.
“Kami cukup miris dan prihatin. Uang sebesar itu, yaitu sekitar Rp237 miliar, ludes dibancaki oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Kejati Jateng harus tegas, jangan takut tekanan, jangan pandang bulu,” tegas Bambang, Rabu (30/7/2025).
Ia juga mendesak agar pihak-pihak yang terlibat, baik dari kalangan PT Rumpun Sari Antan, pejabat pemerintah, hingga para kepala desa yang sempat dimintai keterangan oleh penyidik, dimintai pertanggungjawaban.
“Apakah benar hanya direktur yang terlibat? Hebat amat kalau bisa main sendirian. Dari segi keabsahan, Perda APBD juga perlu ditelusuri, siapa yang merancang, membahas, dan mengesahkan. Termasuk peran Banggar dan para broker tanah juga harus dibuka terang-benderang,” lanjutnya.
Bambang juga mempertanyakan dugaan keterlibatan komisaris PT Cilacap Segara Artha yang disebut-sebut bertindak sendiri. “Apa benar komisaris bekerja sendiri? Atau jangan-jangan atas perintah atasan? Kejati harus teliti, jangan mau diintervensi.”
Hingga kini, lanjut Bambang, dana yang berhasil diselamatkan baru sekitar Rp13 miliar dari total yang diduga dikorupsi. Ia menegaskan bahwa upaya pengembalian uang negara tidak serta-merta menghapus proses hukum.
“Korupsi adalah mencuri uang rakyat. Jika pun ada yang berniat mengembalikan, proses hukum tetap harus jalan. Karena perbuatan mencuri itu sudah terjadi,” pungkasnya.
(Tim Derap Hukum)