Pekalongan, Jawa Tengah | DerapHukum.click | Polemik terkait pembelian buku pendamping siswa atau Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikeluhkan sejumlah orang tua di wilayah Kabupaten Pekalongan mendapat tanggapan serius dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pekalongan.
Kepala Dinas Pendidikan, Kholid, S.IP., M.M., saat ditemui awak media di ruang kerjanya pada Selasa (22/7), menjelaskan bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2025, minimal 10% dari total Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diterima sekolah harus dialokasikan untuk pengadaan buku.
> “Ini berarti, setiap sekolah wajib mengalokasikan minimal 10% dananya untuk pengadaan buku, baik buku teks maupun non-teks,” terang Kholid.
Ia menambahkan, Dana BOS reguler merupakan dana bantuan dari pemerintah untuk mendukung operasional sekolah, termasuk pengadaan buku bagi siswa.
Sebagaimana diketahui, buku teks adalah buku pelajaran utama yang digunakan dalam proses belajar mengajar, sedangkan buku non-teks mencakup buku bacaan, referensi, atau buku penunjang lainnya yang mendukung peningkatan literasi siswa. Tujuan penggunaan dana BOS untuk buku adalah demi menunjang kualitas pembelajaran di sekolah.
Lebih lanjut, Kholid menjelaskan bahwa Dana BOS juga dapat digunakan untuk keperluan lain, seperti pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, honorarium guru non-ASN, serta kebutuhan penunjang lainnya, tentu dengan ketentuan yang berlaku.
> “Pada prinsipnya, jika siswa membutuhkan buku tambahan atau referensi di luar buku pelajaran yang disediakan oleh sekolah, mereka seharusnya diberikan kebebasan untuk membelinya di tempat lain. Tidak boleh ada paksaan untuk membeli dari sekolah,” tegasnya.
Kholid juga mengimbau agar seluruh satuan pendidikan di Kabupaten Pekalongan menjadikan Permendikbud Nomor 8 Tahun 2025 sebagai pedoman utama dalam pengelolaan dan penggunaan Dana BOS di lingkungan sekolah.
(AR)