SUBANG | Deraphukum.click | Dalam rangka meningkatkan partisipatif masyarakat pada pengawasan pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2024,Bawaslu Kabupaten Subang melaksanakan rapat koordinasi dengan media dan organisasi kepemudaan pada pemilihan serentak tahun 2024 berlangsung di Laska Hotel Subang,Kamis (21/11/2024).
Rapat koordinasi tersebut bertujuan agar terlaksananya pilkada yang jujur,adil dan ,transparan ,akuntabel bermartabat dengan tema Bersama Rakyat Awasi Pemilu Bersama Banwaslu Tegakkan Keadilan Pemilu.
Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan dilanjutkan lagu Mars Pemilu
Ketua Bawaslu kabupaten Subang.
Ade Imanudin Mengatakan .
Bahwa Setiap Tahapan Pengawasan Bawaslu Selalu Melibatkan Media,ucap Ade.
Rakor dibuka oleh Kordiv SDMO dan Diklat Bawaslu Subang Imanudin, dan menghadirkan narasumber yakni mantan Ketua Bawaslu Parrahutan Harahap dan pegiat hukum Irwan Yustiarta.Kegiatan rakor diikuti para awak media dan perwakilan organisasi mahasiswa serta organisasi kepemudaan.
Dalam kesempatan tersebut, Kordiv SDMO dan Diklat Bawaslu Subang Imanudin memetakan potensi Tempat Pemungutan Suara (TPS) rawan pada Pemilihan 2024 untuk mengantisipasi gangguan/hambatan di TPS pada hari pemungutan suara. Hasilnya, terdapat 8 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 8 indikator dan 2 indikator yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi.
“Pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap 8 variabel dan 28 indikator, diambil dari 253 Kelurahan/Desa di 30 Kecamatan yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari pada 10 s.d 15 November 2024,” Ujar Ade Imanudin.
Dia menuturkan, variabel dan indikator potensi TPS rawan adalah sebagai berikut. Pertama, penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK, Penyelenggara Pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdaftar di DPT, dan/atau Riwayat PSU/PSSU). Kedua, keamanan (riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara). Ketiga, politik uang. Keempat, politsasi SARA. Kelima, netralitas penyelenggara Pemilihan, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa, Keenam, logistik riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan. Ketujuh, lokasi TPS sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah Paslon/posko tim kampanye, dan/atau lokasi khusus. Kedelapan, jaringan listrik dan internet,”ungkapnya. (Yandi).