BANDUNG| 14 Februari 2025 — Di kutip Dari Metro TV _Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah 2025 yang memotong alokasi dana Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) sebesar Rp14,3 triliun dari pagu awal Rp56,6 triliun menimbulkan kekhawatiran serius. Pemangkasan ini berpotensi mengurangi jumlah penerima beasiswa, menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT), dan memperlebar kesenjangan akses pendidikan tinggi—langkah yang bertolak belakang dengan komitmen pemerintah untuk membangun SDM unggul.
Diantaranya Beasiswa untuk Kelompok Rentan dikorbankan. Program beasiswa seperti Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) dipangkas 9% (Rp1,31 triliun), mengancam 663.821 mahasiswa penerima manfaat yang sedang studi hingga tidak ada penerimaan mahasiswa baru KIP-K di 2025 . Sementara itu, Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik) untuk mahasiswa dari wilayah 3T dan Papua dipotong 10%, mengakibatkan 27.522 calon mahasiswa kehilangan kesempatan kuliah .
Tidak hanya itu, Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) untuk mahasiswa S3 di luar negeri juga terpangkas 10%, mengancam 12 dari 33 awardee yang berisiko putus studi karena ketiadaan biaya hidup . Padahal, beasiswa ini merupakan investasi strategis untuk meningkatkan kapasitas dosen dan peneliti Indonesia.
Kemudian kenaikan UKT: Beban Baru bagi Mahasiswa
Pemotongan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) sebesar 50% (dari Rp6,018 triliun menjadi Rp3 triliun) memaksa perguruan tinggi mencari alternatif pendanaan, termasuk menaikkan UKT . Kenaikan ini akan memberatkan mahasiswa dari keluarga menengah ke bawah, seperti Fitriana (18), mahasiswa Unnes yang mengandalkan KIP-K untuk membayar UKT Rp6,5 juta per semester. Tanpa beasiswa, orang tuanya yang bergantung pada pekerjaan serabutan tidak sanggup membiayainya.
Riset dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Terhambat Anggaran riset yang sudah minim (Rp1,2 triliun) dipotong lebih dalam, menyisakan hanya 7% proposal penelitian yang dapat didanai . Padahal, riset adalah tulang punggung inovasi dan daya saing global. Pemotongan ini berpotensi mengerdilkan peran perguruan tinggi sebagai pusat keilmuan dan memperparah ketergantungan Indonesia pada teknologi impor.
Kemudian Ketimpangan Pendidikan: PTN vs PTS
Bantuan kelembagaan untuk Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dipangkas 50%, sementara dana untuk revitalisasi PTN seperti Program Sekolah Garuda juga dipotong 60% . Kebijakan ini berisiko memperlebar kesenjangan kualitas antara PTN dan PTS, serta mengabaikan peran PTS yang menampung 60% mahasiswa Indonesia.
(Saipul)