KARAWANG, JAWA BARAT | Deraphukum.click | Perdagangan manusia masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berada dalam kondisi ekonomi rentan. Kasus terbaru yang menggemparkan publik adalah dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menimpa seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Karawang. Kasus ini kini menjadi perhatian serius Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GABBAR dan LBH P.K.N yang terus berjuang menegakkan keadilan bagi korban.
Asep Denda Triana, S.H., selaku Direktur Eksekutif Utama LBH P.K.N, menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak mutlak setiap individu tanpa memandang latar belakang sosial, budaya, atau agama. Namun, kenyataannya, faktor ekonomi masih menjadi penyebab utama seseorang kehilangan hak-haknya, termasuk terjebak dalam praktik perdagangan manusia.
“Ketidakberdayaan ekonomi sering dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan, salah satunya TPPO. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menghentikannya,” ujar Asep Denda Triana, S.H.
LBH GABBAR bersama dengan Divisi Nonlitigasi LBH P.K.N yang diwakili oleh Ujang Rahmat, S.H., telah melayangkan surat permohonan Rapat Dengar Pendapat (RPD) tertanggal 12 Maret 2025. Surat ini mengundang berbagai pihak terkait, termasuk Pimpinan DPRD, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Karawang, Kepala Imigrasi Karawang, serta Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2PMI). Langkah ini diambil sebagai bentuk implementasi Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 300 Tahun 2023 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.
Ujang Rahmat, S.H., atau yang akrab disapa Kang Ujang, menegaskan bahwa perjuangan melawan TPPO bukan hanya tugas lembaga hukum, tetapi juga memerlukan dukungan seluruh elemen masyarakat.
“Kami mengajak masyarakat untuk bersama-sama mendukung langkah hukum dan advokasi ini. Dengan solidaritas dan komitmen bersama, kita dapat mewujudkan lingkungan yang bebas dari perdagangan manusia dan eksploitasi,” ujar Kang Ujang.
Perjuangan ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para korban TPPO dan menjadi peringatan bagi para pelaku bahwa kejahatan ini tidak akan dibiarkan begitu saja. LBH P.K.N dan LBH GABBAR berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas, demi menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi pekerja migran dan masyarakat pada umumnya.
Tindak pidana penjualan orang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Berikut beberapa pasal yang mengatur tindak pidana ini:
Pasal 2 Ayat (1) UU 21/2007 Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan untuk eksploitasi, dapat dikenakan pidana.
Pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun.
Denda minimal Rp120 juta dan maksimal Rp600 juta.
Pasal 6 UU 21/2007 Jika perdagangan orang dilakukan terhadap anak-anak (di bawah 18 tahun), pelaku tetap dianggap bersalah meskipun tidak ada unsur paksaan atau ancaman.
Pasal 12 UU 21/2007 Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat dalam tindak pidana perdagangan orang tetap dapat dihukum.
Selain UU 21/2007, Pasal 297 KUHP juga mengatur bahwa “Perdagangan wanita dan anak-anak dihukum dengan pidana penjara paling lama 6 tahun”.
(Lukmannul hakim)