Tanjungpinang | deraphukum.clik | com – Dalam semangat yang tulus dan penuh kehangatan, para tokoh dan pendiri Kekerabatan Keluarga Kabupaten Kepulauan Anambas (K3A) kembali bersua dalam sebuah forum silaturahmi dan konsolidasi strategis yang digelar di De Caffee Selera Anambas, kawasan Ruko Bintan Center, Kota Tanjungpinang, Kamis siang (19 Juni 2025). Pertemuan ini menjadi oase pemikiran sekaligus ruang penyatuan hati bagi para pegiat organisasi yang telah sekian lama membaktikan diri pada penguatan jati diri masyarakat Anambas di perantauan.
Lebih dari sekadar pertemuan formal, forum ini menjadi tempat untuk menyambung tali yang sempat renggang, menyelaraskan kembali semangat kolektif, dan merumuskan ulang arah gerak organisasi agar tetap relevan dalam derasnya arus zaman. Di tengah percakapan lintas generasi, hadir wajah-wajah penuh dedikasi yang selama ini menjadi penyangga sejarah dan arah juang K3A.
Tokoh-tokoh seperti Ahmad Yani, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tanjungpinang, dan Saprialis, Camat Tanjungpinang Timur, turut hadir dan berbagi pandangan sebagai representasi pemerintah sekaligus sesepuh masyarakat Anambas. Sementara itu, kehadiran mahasiswa dan pemuda dari berbagai kampus di Tanjungpinang dan Bintan memberikan warna segar dalam diskusi yang berlangsung hangat namun kritis.
Drs. H. Amirullah, Apt, sebagai pendiri sentral K3A, membuka forum dengan refleksi mendalam tentang tantangan yang dihadapi organisasi saat ini. Ia menekankan perlunya pembaruan struktur dan semangat agar K3A tidak hanya bertahan sebagai simbol, melainkan menjadi motor perubahan yang hidup dan relevan. Bunda Anis Anorita, salah satu penggagas awal, juga hadir membagikan inspirasi tentang peran perempuan dan pentingnya membangun iklim partisipatif yang setara dalam gerakan sosial kekerabatan.
Diskusi berlangsung dinamis. Gagasan mengenai penyelenggaraan Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub) menjadi titik penting arah pembaruan organisasi. Mubeslub dipandang sebagai momentum untuk menata ulang tata kelola, menyempurnakan konstitusi internal, dan memperluas pelibatan kader muda dalam proses pengambilan keputusan. Usulan pelaksanaan secara hybrid—menggabungkan tatap muka dan daring—disambut antusias sebagai bentuk adaptasi terhadap diaspora Anambas yang tersebar di berbagai kota bahkan luar negeri.
Dalam suasana yang terbuka, berbagai dinamika internal juga dikaji dengan jujur. Forum ini menjadi ajang penyembuhan, tempat semua pihak menyuarakan keprihatinan dan harapan tanpa saling menyudutkan. Semua sepakat, bahwa kekuatan utama K3A terletak pada kekeluargaan yang tidak dibatasi ego atau friksi sesaat.
Di tengah percakapan yang penuh empati, lahir ide-ide baru yang menjanjikan. Salah satunya adalah pendirian Rumah Singgah Anambas di Tanjungpinang sebagai pusat layanan kemanusiaan, transit mahasiswa, dan pusat aktivitas sosial. Usulan ini menjadi simbol konkret bahwa K3A hadir bukan hanya sebagai organisasi, tapi sebagai pelindung dan pelayan bagi warganya yang sedang jauh dari tanah kelahiran.
Pertemuan ini juga menegaskan bahwa K3A bukan sekadar nama, bukan sekadar struktur. Ia adalah cermin identitas, ruang pulang, dan rumah bersama bagi masyarakat Anambas yang tersebar. Para pendiri dan tokoh-tokohnya adalah penjaga nilai, penyemai harapan, dan pendorong regenerasi.
Forum kemudian ditutup dengan kesepahaman bersama bahwa K3A harus terus bergerak menyesuaikan zaman tanpa kehilangan ruh dasarnya. Organisasi ini harus membuka ruang seluas-luasnya bagi yang muda untuk tumbuh, bagi yang lama untuk membimbing, dan bagi yang baru untuk merasa diterima sebagai bagian dari keluarga besar.
Sebagaimana disampaikan oleh salah satu peserta forum, “Kita tidak sedang memperjuangkan masa lalu, tetapi sedang menyiapkan rumah yang layak untuk masa depan. Sebab siapa pun yang berasal dari Anambas, berhak merasa memiliki tempat untuk kembali dan bertumbuh.”(Redaksi).