Karawang,Jawa Barat | DerapHukum.Click | Keberadaan bangunan Tugu Jendela Karawang Tuai Kritik, Anggaran Besar tapi Filosofi Tak Jelas
Tayang : 16 Mei 2025, 14:07 WIB
Penulis:
Dodo Rihanto
Editor: Puput Akad Ningtyas Pratiwi
Landmark The Window (Tugu Jendela) selesai dibangun Pemkab Karawang. Namun, keberadaan tugu tersebut malah menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat.
Landmark The Window (Tugu Jendela) selesai dibangun Pemkab Karawang. Namun, keberadaan tugu tersebut malah menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat. /Pikiran Rakyat/Dodo Rihanto
Mereka mempertanyakan filosofi tugu tersebut karena banyak warga yang tidak memahaminya.
Apalagi pembangunan Tugu Jendela itu menelan anggaran yang sangat besar, yakni Rp8,7 miliar. Warga kini membandingkan dengan biaya pembuatan Tugu Biawak di Wonosobo dan Tugu Rajawali di Indramayu yang hanya menelan anggaran puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Aktivis Karawang, Nace Permana menilai Landmark The Window sama sekali tidak mencerminkan ciri khas Karawang. Bahkan, kata Nace, masyarakat awam mengatakan tugu itu mirip sarang burung bahkan gerbang masuk ke dunia lain.
“Terlepas dari penilaian masyarakat, saya sendiri menilai filosofi tugu itu sulit dimengerti. Dari perspektif seni pun tidak bisa dipahami,” kata Nace, membeberkan pandangannya, Jumat (16/5/2025).
Padahal, lanjut dia, jika sebelumnya Pemkab Karawang membuka pintu dialog dengan masyarakat untuk mendirikan tugu, banyak ikon-ikon Karawang yang bisa diimplementasikan menjadi tugu. Misalnya, Tugu Padi, Jaipongan, Gendang, atau ornamen industri karena Karawang juga dikenal sebagai daerah industri.
Bahkan, lanjut Nace, Karawang memiliki ikon Bedog Lubuk yang kini menjadi logo Pemkab berjuluk Lumbung Padi tersebut. Ikon itu telah diaplikasikan oleh para seniman dengan membuat bedog Lubuk berukuran raksasa.
“Jika pihak Pemkab mau menjadikan golok itu dijadikan tugu, kami akan lepaskan dengan lapang dada,” kata Nace.
Masih menurut Nace, Tugu Jendela yang terpasang di gerbang masuk ke Kota Karawang itu tidak mencerminkan nilai-nilai Kekarawangan. “Kalau ikonnya saja sulit dipahami, apalagi isinya? Arah pembangunan Karawang terhambat dari ikon tersebut, tidak jelas,” kata Nace dengan nada keras.
Sementara itu, Akbar, warga Karawang yang mengaku sempat kuliah di Teknik Arsitektur lebih menyoroti anggaran yang dinilainya terlalu besar untuk membangun tugu tersebut. Apalagi, setelah jadi ternyata tugu itu tidak memiliki nilai tersendiri bagi Kabupaten Karawang.
“Menurut saya, dengan anggaran sebesar itu seharusnya bangunan tugu ini lebih mewah dari yang terlihat,” katanya.
Hal senada dikatakan Aip Buchori, seorang pewarta asal Karawang. Menurutnya, kendati pembangunan Tugu Jendela itu menelan anggaran miliaran rupiah, tetapi hasilnya tidak sebanding dengan anggaran yang dikeluarkan.
“Jika melihat dari besarnya anggaran, seharusnya ekspektasi warga terhadap The Window bisa terpenuhi,” kata Aip.
Sayangnya hingga berita ini disusun, pihak yang tuding bertanggung jawab atas pembangunan Tugu Jendela yakni Bidan Pertamanan pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat belum memberikan jawaban. Seperti biasa pertanyaan PR yang disampaikan melalui pesan WA, belum direspons.
(Erik FDT)