Batam, Kepulauan Riau | Deraphukum.click | 21 April 2025, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam menindak tegas sembilan warga negara asing (WNA) yang terbukti melakukan pelanggaran keimigrasian dengan menyalahgunakan izin tinggal di wilayah Indonesia. Tindakan administratif berupa deportasi ini dilakukan setelah mereka kedapatan memanfaatkan visa kunjungan singkat untuk melakukan produksi film di Batam—suatu aktivitas yang secara hukum tidak diperbolehkan dengan jenis visa tersebut.
Kesembilan orang tersebut terdiri dari delapan warga negara Singapura dan satu warga negara Malaysia. Mereka tiba di Batam menggunakan Visa on Arrival (VOA) dan Izin Tinggal Kunjungan, namun kemudian melaksanakan proses syuting serial film di salah satu hotel mewah kawasan Batam Center. Kegiatan syuting tersebut diketahui merupakan bagian dari proyek produksi konten visual yang ditujukan untuk pasar Singapura.
Kepala Seksi Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Batam, Muhammad Faris Pabittei, menyampaikan bahwa temuan pelanggaran ini bermula dari laporan masyarakat dan hasil pengawasan intelijen keimigrasian. Setelah dilakukan penyelidikan sejak 11 April 2025, diketahui bahwa para WNA tersebut sedang melakukan pengambilan gambar dengan kru produksi di lokasi tertutup, yang berpotensi mengaburkan aktivitas mereka dari pengawasan resmi.
Menurut Faris, izin lokasi yang dikantongi dari Kementerian Kebudayaan memang sah secara administratif. Namun dari sisi keimigrasian, syuting film termasuk dalam kategori aktivitas profesional atau pekerjaan yang membutuhkan visa khusus. “Para pelaku hanya memiliki visa kunjungan singkat yang tidak mengizinkan kegiatan produksi atau pekerjaan profesional lainnya. Visa jenis ini terbatas hanya untuk keperluan wisata atau kunjungan sosial, bukan untuk proyek produksi film,” tegas Faris dalam keterangan persnya.
Jenis visa yang seharusnya digunakan oleh para pelaku, lanjutnya, adalah visa dengan indeks C14, D14, atau E23K. Visa-visa ini secara khusus disediakan untuk kegiatan pembuatan film, produksi multimedia, atau aktivitas kreatif sejenis yang bersifat komersial dan memerlukan pengawasan ketat.
Setelah melalui proses pemeriksaan, sembilan WNA tersebut dinyatakan melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Mereka kemudian dideportasi pada 18 April 2025 melalui Pelabuhan Internasional Batam Center, sekaligus dimasukkan dalam daftar penangkalan untuk waktu yang ditentukan. Artinya, dalam jangka waktu tertentu, mereka tidak diizinkan untuk kembali memasuki wilayah Indonesia.
Kepala Kantor Imigrasi Batam menyampaikan bahwa deportasi ini menjadi bentuk komitmen pihaknya dalam menjaga integritas hukum nasional dan kedaulatan wilayah. Ia menegaskan bahwa lembaga keimigrasian tidak akan memberikan ruang bagi siapa pun—baik individu maupun institusi asing—yang mencoba mengabaikan atau mengakali prosedur legal di Indonesia.
“Batam adalah kota yang semakin terbuka terhadap aktivitas internasional, termasuk industri kreatif. Namun keterbukaan itu harus sejalan dengan kepatuhan hukum. Kami mendukung kegiatan produksi film asing selama dijalankan secara sah dan transparan,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya edukasi bagi pelaku industri kreatif dan agensi luar negeri agar memahami dan menghormati peraturan keimigrasian Indonesia. Pengetahuan yang minim mengenai jenis visa dan izin tinggal kerap menjadi celah yang dimanfaatkan, baik secara sengaja maupun karena kelalaian.
Lebih jauh, Kantor Imigrasi Batam akan terus meningkatkan patroli pengawasan terhadap aktivitas orang asing, terutama di sektor-sektor yang rentan disalahgunakan seperti pariwisata, produksi media, dan kegiatan komersial. Kerja sama lintas sektor, termasuk dengan aparat keamanan dan dinas pariwisata, juga akan diperkuat guna menutup celah-celah pelanggaran serupa di masa mendatang.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa pelaksanaan hukum keimigrasian bukanlah formalitas administratif semata, tetapi instrumen strategis dalam menjaga keamanan, kedaulatan, serta tatanan sosial yang tertib. Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Imigrasi, menegaskan sikapnya bahwa semua bentuk pelanggaran, sekecil apa pun, akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.(Nursalim Turatea)