- Advertisement -spot_img
HomeArtikelRindu Yang Tak Berujung

Rindu Yang Tak Berujung

- Advertisement -spot_img

KARAWANG, | Deraphhukum.click | Di sudut kota Karawang, di sebuah rumah sederhana yang hangat, tinggal seorang pria bernama **Alhadi Nuraliy** bersama istrinya, **Rosita**. Sudah bertahun-tahun mereka menikah, namun hingga kini mereka belum dikaruniai seorang anak. Walau cinta mereka tetap kuat, ada satu kekosongan yang selalu menghantui hati Alhadi—kerinduan yang mendalam kepada ayahnya, yang telah meninggal dunia pada tahun **1994**.

Setiap bulan suci **Ramadan**, rasa rindunya semakin menjadi. Sejak kecil, Ramadan selalu menjadi momen istimewa baginya. Ia masih ingat betapa ayahnya selalu membangunkannya dengan suara lembut saat sahur, mengusap kepalanya dengan penuh kasih sayang, dan mengajaknya ke masjid dengan menggenggam tangannya erat. Namun, semua itu kini hanya tinggal kenangan yang terus berputar di benaknya.

Malam itu, setelah berbuka puasa, Alhadi duduk di teras rumahnya, menatap langit yang mulai gelap. Rosita datang dengan secangkir teh hangat dan duduk di sampingnya.

*”Abang lagi mikirin apa?”* tanya Rosita lembut.

Alhadi menghela napas panjang. **”Ayah…”** ucapnya lirih. **”Setiap Ramadan datang, aku selalu ingat masa-masa kecilku bersamanya. Aku rindu banget, Ros. Rindu suara beliau, rindu tatapan hangatnya, rindu doa-doanya untukku.”**

Rosita menggenggam tangan suaminya erat. **”Abang pasti kangen banget, ya?”**

Alhadi mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. **”Kalau saja ayah masih ada… Aku ingin dia melihat aku sekarang. Ingin dia tahu kalau aku sudah berkeluarga, ingin dia melihat aku menjadi lelaki yang kuat seperti yang selalu dia ajarkan. Tapi…”** suaranya tercekat, **”Aku belum bisa memberinya cucu, Ros. Aku belum bisa membanggakannya.”**

Air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya jatuh di pipi Alhadi. Rosita memeluknya erat. **”Abang jangan berpikir seperti itu… Aku yakin, kalau ayah masih ada, dia pasti sudah sangat bangga sama abang. Anak yang baik, suami yang setia, dan pekerja keras. Jangan merasa kurang hanya karena kita belum punya anak. Aku yakin, ayah abang juga pasti tetap mendoakan kita di sana.”**

Alhadi terisak dalam pelukan istrinya. **”Aku ingin sekali mimpiin ayah, Ros… Aku ingin lihat wajahnya lagi, walau hanya dalam mimpi.”**

Malam itu, setelah shalat tahajud dan berdoa lama, Alhadi tertidur dengan hati yang penuh harap. Dan di dalam mimpinya, ia melihat sosok lelaki tua berdiri di bawah cahaya rembulan, tersenyum kepadanya. **”Nak, jangan bersedih… Aku selalu bangga padamu.”**

Ketika terbangun, air matanya masih menetes, tapi kali ini bukan karena kesedihan. Ia merasa hatinya lebih ringan. Ramadan ini mungkin masih terasa sepi tanpa ayahnya, tapi ia tahu—cinta seorang ayah tidak pernah benar-benar pergi.

**Di setiap doa, di setiap rindu, ayahnya selalu ada.**

(Red)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here