Banda Aceh, Aceh | Deraphukum.click | Gagasan menjadikan Banda Aceh sebagai “Kota Parfum” yang diluncurkan Wali Kota Illiza Saaduddin Djamal menuai kritik. Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) menilai inisiatif tersebut terburu-buru, minim kajian, dan tidak melibatkan masyarakat secara menyeluruh.
“Ini bukan kehendak warga, melainkan kehendak elit. Seharusnya wacana seperti ini tumbuh dari bawah, bukan sekadar ambisi personal pemimpin,” ujar Direktur Forbina, Muhammad Nur.
Peluncuran program Road to Launching Banda Aceh Kota Parfum pada 23 Mei 2025 dianggap sebagai awal dari narasi baru yang justru berpotensi mengaburkan identitas asli kota. Publik pun layak mempertanyakan: apa dasar kuat yang membuat Banda Aceh pantas menyandang predikat “kota parfum”?
Hingga saat ini, hanya dua pelaku usaha kecil yang dikenal memproduksi parfum lokal di Aceh, yaitu Minyeuk Pret dan Neelam (Universitas Syiah Kuala). Keduanya belum mencapai skala industri atau ekspor. Sementara itu, ekosistem nilam—bahan baku utama parfum—juga belum terkelola secara profesional dan terintegrasi.
“Apakah masyarakat, petani nilam, pelaku UMKM, akademisi, dan pelaku pasar sudah dilibatkan dalam visi besar ini? Atau ini hanya proyek simbolik demi pencitraan di sisa masa jabatan?” lanjut Muhammad Nur.
Menurutnya, branding kota tidak cukup hanya berupa slogan, tetapi harus berakar pada fakta sosial, budaya, dan ekonomi yang nyata. Ia juga mengingatkan bahwa Banda Aceh pernah dibranding sebagai “Kota Madani” pada masa jabatan sebelumnya, namun branding tersebut kini nyaris tak terdengar lagi.
“Jangan sampai ‘Kota Parfum’ hanya menjadi gimmick yang menguap seiring berakhirnya masa jabatan wali kota,” tegasnya.
Muhammad Nur menambahkan, alih-alih memaksakan branding baru yang belum siap dari sisi ekosistem, pemerintah kota sebaiknya fokus pada penguatan UMKM lokal agar mampu naik kelas dan bersaing di pasar nasional maupun internasional.
“Potensi nilam memang ada di Aceh, tetapi belum cukup jika budidaya, penyulingan, hilirisasi, hingga akses pasar ekspor belum disiapkan. Branding kota harus dibangun dari kekuatan ekonomi rakyat, bukan dari angan-angan,” pungkasnya. (Dani M)