ARTIKEL ILMIAH | Deraphukum.click | Oleh: Nursalim Tinggi Turatea – Cinta adalah fitrah manusia yang Allah SWT tanamkan dalam hati setiap insan. Dalam Islam, cinta bukan sekadar emosi yang membara, tetapi juga amanah yang harus dijaga dan diarahkan sesuai dengan tuntunan syariat. Fenomena perayaan Hari Valentine yang marak di berbagai belahan dunia mengundang refleksi mendalam mengenai bagaimana Islam memandang cinta dan bagaimana seharusnya umat Muslim mengimplementasikan rasa cinta dalam kehidupan sehari-hari.
Hari Valentine, yang identik dengan ungkapan kasih sayang dalam bentuk pemberian hadiah, kartu ucapan, atau bahkan perayaan berdua di tempat-tempat tertentu, sering kali menjadi ajang bagi sebagian orang untuk mengekspresikan perasaan mereka terhadap pasangan, baik dalam hubungan yang sah maupun yang tidak. Namun, Islam memandang bahwa cinta memiliki kedudukan yang jauh lebih sakral daripada sekadar romantisme sesaat yang terjebak dalam euforia satu hari dalam setahun. Oleh karena itu, dalam refleksi ini, penting bagi kita untuk memahami lima makna cinta dalam Islam yang dapat menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan penuh kasih sayang yang diridhai Allah SWT.
1. Cinta Adalah Anugerah dari Allah SWT
Islam menempatkan cinta sebagai salah satu anugerah terbesar yang Allah SWT berikan kepada manusia. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa Dia telah menjadikan kasih sayang sebagai bagian dari penciptaan manusia, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21).
Ayat ini menegaskan bahwa cinta yang sejati adalah cinta yang membawa ketenteraman, bukan sekadar kesenangan sesaat yang didasarkan pada hawa nafsu belaka. Oleh karena itu, sebagai Muslim, kita harus menghargai cinta sebagai anugerah yang harus dijaga dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
2. Cinta Sejati Mengarah pada Kebaikan dan Ketaatan
Islam mengajarkan bahwa cinta bukan hanya sekadar rasa suka atau ketertarikan fisik, tetapi juga dorongan untuk saling menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mumtahanah: 8:
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Ayat ini menegaskan bahwa cinta sejati bukanlah yang menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan dosa, tetapi justru yang mengarahkannya kepada kebaikan dan kedekatan dengan Allah. Cinta yang berlandaskan iman akan membuat seseorang lebih berhati-hati dalam bertindak dan memilih pasangan hidup yang dapat menuntunnya menuju jalan yang diridhai-Nya.
3. Cinta yang Halal Mendapat Keberkahan
Islam sangat menghargai cinta, tetapi dalam koridor yang halal. Pernikahan adalah institusi yang Allah SWT tetapkan untuk mewadahi perasaan cinta agar tetap suci dan mendapatkan keberkahan. Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Perkataan Rasulullah ini menunjukkan bahwa cinta dalam Islam bukanlah sekadar perasaan tanpa arah, tetapi harus disalurkan melalui jalur yang benar. Hubungan di luar pernikahan, sebagaimana yang sering terjadi dalam budaya perayaan Valentine, justru berpotensi merusak nilai-nilai kesucian cinta yang diajarkan dalam Islam. Oleh karena itu, seorang Muslim seharusnya memahami bahwa keberkahan cinta hanya dapat diperoleh ketika hubungan itu dibangun dalam bingkai yang halal.
4. Cinta Bukan Sekadar Romantisme, Tetapi Pengorbanan dan Tanggung Jawab
Sering kali, dalam perayaan Valentine, cinta dipersepsikan hanya sebagai perasaan romantis yang diwujudkan melalui hadiah atau ungkapan manis. Namun, Islam mengajarkan bahwa cinta sejati lebih dari sekadar romantisme; ia adalah pengorbanan, komitmen, dan tanggung jawab.
Cinta antara suami dan istri, misalnya, bukan hanya tentang rasa sayang yang diungkapkan melalui kata-kata indah, tetapi juga kesetiaan dalam suka dan duka, kesediaan untuk saling memahami, serta komitmen untuk bersama menjalani kehidupan dalam bingkai ibadah. Rasulullah SAW adalah contoh terbaik dalam hal ini. Beliau memperlakukan istri-istrinya dengan penuh kasih sayang, membantu mereka dalam pekerjaan rumah, dan selalu memberikan perhatian tanpa harus menunggu hari tertentu untuk mengekspresikan cinta.
5. Hari Valentine Tidak Sesuai dengan Nilai Islam
Sejarah Hari Valentine sendiri berasal dari tradisi Barat yang tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam. Perayaan ini sering kali dikaitkan dengan budaya hedonisme yang jauh dari nilai-nilai Islam. Islam mengajarkan bahwa cinta harus diekspresikan setiap saat, bukan hanya pada satu hari tertentu dalam setahun.
Selain itu, perayaan Valentine sering kali menjadi ajang bagi perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti hubungan bebas, pergaulan yang tidak terjaga, dan pemborosan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Islam mendorong umatnya untuk menunjukkan kasih sayang dengan cara yang lebih bermakna, seperti berbuat baik kepada pasangan, orang tua, saudara, dan sesama manusia setiap hari.
Kesimpulan
Dalam Islam, cinta adalah ibadah jika dijalankan sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Sebagai Muslim, kita tidak perlu merayakan Valentine untuk mengekspresikan cinta, karena Islam sudah memberikan konsep cinta yang jauh lebih agung dan bermakna.
Cinta dalam Islam adalah cinta yang membawa kedekatan kepada Allah, cinta yang menjaga kehormatan diri, cinta yang dilandasi tanggung jawab, dan cinta yang tidak terikat oleh satu hari perayaan, tetapi hadir dalam setiap detik kehidupan. Dengan memahami makna cinta yang sebenarnya, kita dapat menjalani kehidupan dengan lebih bermakna, penuh keberkahan, dan tetap berada dalam jalan yang diridhai Allah SWT.
(Nursalim Tinggi Turatea)