Karawang, Jawa Barat | Deraphukum.click | RAJA AMPAT – Raja Ampat, gugusan pulau eksotis di ujung timur Indonesia, selama ini dikenal sebagai permata wisata dunia dan simbol harmoni antara manusia dan alam. Namun, keindahan tersebut kini terancam oleh aktivitas penambangan yang menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Kebenaran Nusantara.
Direktur Eksekutif LBH Pelita Kebenaran Nusantara, Asep Denda Triana,S.H menyatakan bahwa penambangan di kawasan Raja Ampat merupakan pelanggaran serius—tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga secara moral dan filosofis.
> “Penambangan di Raja Ampat adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip dasar negara. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga pengabaian terhadap nilai-nilai keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan hidup,” tegas Asep Denda Triana,S.H yang juga dikenal sebagai aktivis lingkungan dan Sekretaris Umum DPW LPLHK Provinsi Jawa Barat.
Secara sosiologis, lanjut ADT aktivitas penambangan telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat adat yang selama ini hidup selaras dengan alam. Kekhawatiran akan hilangnya mata pencaharian berbasis perikanan dan pariwisata menjadi ancaman nyata yang tidak bisa diabaikan.
Dari sisi yuridis, penambangan di pulau-pulau kecil seperti Raja Ampat dinilai bertentangan dengan sejumlah regulasi penting, antara lain:
UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yang menjamin hak setiap warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Sehubungan dengan itu, LBH Pelita Kebenaran Nusantara mengajukan tiga tuntutan utama kepada pemerintah.
1. Mencabut seluruh izin tambang bermasalah di wilayah Raja Ampat.
2. Menghentikan seluruh bentuk eksploitasi sumber daya alam di kawasan tersebut.
3. Memulihkan hak-hak masyarakat adat dan melakukan rehabilitasi ekologis secara menyeluruh.
> “Raja Ampat adalah pusaka bangsa—bukan ladang emas bagi segelintir korporasi. Jika hukum tidak berpihak pada keadilan ekologis, maka siapa lagi yang akan melindungi suara alam?” pungkas ADT.
Dengan sikap tegas, LBH Pelita Kebenaran Nusantara menegaskan bahwa perlindungan lingkungan bukan sekadar pilihan moral, melainkan amanat konstitusi yang wajib ditegakkan demi keberlangsungan generasi kini dan masa depan.(Lukman Hakim)