Batam, | deraphukum.click | Setiap datangnya 1 Muharram, umat Islam di seluruh penjuru dunia kembali disapa oleh seruan waktu yang bukan sekadar pergantian angka tahun. Tahun Baru Islam menjadi ruang permenungan, penguatan iman, dan pembaruan niat hidup. Bagi umat Islam, 1 Muharram adalah permulaan—bukan hanya dalam hitungan kalender Hijriyah, melainkan juga dalam semangat hijrah sebagai lompatan spiritual, sosial, dan peradaban. Sepanjang sejarah Islam dan perjalanan bangsa, 1 Muharram telah menjadi saksi bagi sejumlah peristiwa monumental yang tidak hanya mengguncang tatanan zamannya, tetapi juga meninggalkan jejak yang membentuk wajah dunia hingga hari ini.
Awal dari semuanya ditandai dengan peristiwa agung hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Perjalanan hijrah tersebut tidak hanya memindahkan fisik dari satu kota ke kota lain, tetapi memindahkan ruh perjuangan umat dari keterpurukan ke kejayaan. Inilah momentum yang kemudian dipilih oleh Khalifah Umar bin Khattab RA untuk dijadikan sebagai patokan awal kalender Islam. Di bawah kepemimpinannya, kalender Hijriyah resmi ditetapkan, menjadikan 1 Muharram sebagai awal tahun bagi umat Islam di seluruh dunia. Maka tak berlebihan jika 1 Muharram disebut sebagai titik awal sejarah umat, sebagai “titik nol” kebangkitan Islam.
Di masa selanjutnya, Muharram juga menjadi penanda perubahan besar dalam sejarah kekuasaan Islam. Salah satu bab penting dalam pergantian kepemimpinan adalah runtuhnya Dinasti Umayyah yang telah berkuasa selama hampir satu abad. Dinasti ini kemudian digantikan oleh Dinasti Abbasiyah, yang kelahirannya juga bertepatan dengan awal tahun Hijriyah. Dinasti baru ini membawa perubahan besar dalam tatanan pemerintahan, dan menjadi awal dari masa keemasan Islam yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, seni, filsafat, dan sastra. Dari Baghdad, pusat kekuasaan Abbasiyah, dunia menyaksikan lahirnya perpustakaan terbesar, para cendekiawan termasyhur, dan pertukaran ilmu lintas bangsa. Semua bermula dari sebuah langkah perubahan yang dibingkai dalam ruh hijrah.
Muharram juga tidak lepas dari suasana duka sejarah Islam. Dalam suasana yang masih diliputi kegetiran, umat Islam mengenang wafatnya Khalifah Utsman bin Affan RA, sahabat dekat Rasulullah SAW dan menantu Nabi yang dikenal lemah lembut dan dermawan. Meskipun wafatnya terjadi di penghujung Dzulhijjah, namun efek politik dan keagamaannya bergema hingga awal tahun baru. Tragedi tersebut menandai awal dari ujian besar umat Islam: perpecahan, fitnah, dan perang saudara yang mencabik kesatuan umat. Peristiwa ini menjadi peringatan bahwa setiap awal tahun harus dibuka dengan refleksi mendalam atas makna kepemimpinan, persatuan, dan komitmen menjaga ukhuwah Islamiyah.
Tak hanya dalam dunia Islam secara umum, Muharram juga memiliki kedudukan penting dalam sejarah nasional Indonesia. Pada tahun 1953, Pemerintah Indonesia secara resmi menetapkan 1 Muharram sebagai hari libur nasional. Keputusan itu menunjukkan bahwa nilai-nilai keislaman telah menyatu dalam nafas kenegaraan Republik Indonesia. Di tengah geliat bangsa yang baru merdeka, pengakuan terhadap kalender Hijriyah menjadi bentuk penghormatan terhadap kontribusi Islam dalam membangun jati diri bangsa.
Pada hari yang sama, Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, menyampaikan pidato yang menggetarkan jiwa umat. Dalam pidatonya yang dikenal sebagai “Pidato Hijrah”, Bung Karno menyatakan bahwa hijrah bukan hanya sejarah masa lalu, tetapi semangat perubahan yang harus terus dihidupkan. Ia menegaskan bahwa bangsa Indonesia pun telah mengalami hijrah: dari penjajahan menuju kemerdekaan, dari kebodohan menuju pencerahan, dari perpecahan menuju kebersamaan. Bung Karno mengajak seluruh rakyat Indonesia, terutama umat Islam, untuk meneladani semangat hijrah sebagai kekuatan membangun bangsa yang mandiri, maju, dan berkeadaban.
Semua peristiwa ini, meskipun terpisah oleh ruang dan waktu, berakar dari semangat yang sama: semangat hijrah. Bukan hijrah fisik semata, melainkan hijrah nilai, hijrah visi, hijrah niat, dan hijrah sikap. Perjalanan panjang sejarah 1 Muharram mengajarkan bahwa setiap awal adalah kesempatan baru untuk bertumbuh, memperbaiki diri, memperkuat ukhuwah, dan membangun masa depan yang lebih bercahaya.
Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 H kembali hadir sebagai pengingat akan pentingnya transformasi, bukan hanya dalam kehidupan pribadi tetapi juga dalam tatanan sosial dan kebangsaan. Ini adalah saatnya bagi kita semua untuk bertanya: sudah sejauh mana kita berhijrah dari kemalasan menuju produktivitas, dari konflik menuju kedamaian, dari egoisme menuju cinta kasih sesama, dari kerusakan menuju perbaikan?
Sejarah telah membuktikan bahwa 1 Muharram adalah permulaan yang sakral—saat di mana setiap umat diundang untuk menulis babak baru kehidupan dengan tinta kebaikan dan ketakwaan. Semoga tahun ini menjadi awal bagi keberkahan yang berkelanjutan, kedamaian yang luas, dan kemajuan yang diridhai Allah SWT.
Selamat Tahun Baru Islam 1447 Hijriah. Semoga kita semua terus berada di jalan hijrah menuju kebaikan yang hakiki.
(Nursalim Turatea).