BATAM-KEPRI | Deraphukum.click | Oleh : Nursalim Tinggi, M. Pd Pemerhati dan Peneliti Pendidikan Indonesia
Di era digital saat ini, siswa cenderung lebih akrab dengan layar gawai dibandingkan dengan buku fisik atau pena dan kertas. Kemajuan teknologi memang telah menghadirkan kemudahan luar biasa dalam proses pembelajaran, tetapi meninggalkan tradisi membaca dan menulis secara manual memiliki dampak yang perlu diperhatikan. Membaca dan menulis secara manual bukan hanya sekadar kegiatan akademik, tetapi juga keterampilan fundamental yang membangun kemampuan berpikir kritis, daya ingat, dan kemandirian generasi muda.
Manfaat Membaca dan Menulis Manual
Membaca dari buku fisik memberikan pengalaman berbeda dibandingkan dengan membaca dari layar. Penelitian menunjukkan bahwa membaca dari buku fisik membantu siswa memahami dan mengingat informasi dengan lebih baik. Hal ini terjadi karena interaksi fisik dengan buku, seperti membalik halaman dan mencatat secara manual, memengaruhi otak untuk memproses informasi lebih mendalam (Mangen, Walgermo, & Brønnick, 2013).
Selain itu, menulis manual memiliki manfaat unik, seperti meningkatkan kemampuan motorik halus, memperkuat daya ingat, dan melatih kesabaran. Saat siswa menulis dengan tangan, mereka cenderung memperhatikan struktur tulisan dan merangkai ide secara terorganisasi, sehingga pemahaman terhadap materi lebih mendalam (Mueller & Oppenheimer, 2014).
Beberapa negara telah sepenuhnya beralih ke pembelajaran digital, meninggalkan buku dan tulisan manual. Contoh nyata adalah Finlandia, yang pada tahun 2016 memutuskan untuk menggantikan pelajaran menulis tangan dengan mengetik di komputer. Alasan di balik keputusan ini adalah untuk mempersiapkan siswa menghadapi dunia kerja modern yang sangat bergantung pada teknologi (Honan, 2015). Namun, keputusan ini menuai kontroversi karena dianggap dapat mengurangi keterampilan dasar siswa.
Studi di Finlandia menunjukkan bahwa siswa yang hanya mengandalkan teknologi cenderung mengalami penurunan kemampuan berpikir kritis dan kesulitan dalam mengingat materi pelajaran. Mereka cenderung lebih bergantung pada teknologi untuk menyelesaikan tugas, sehingga kemandirian dan kreativitas mereka menurun (Säljö, 2010).
Sebaliknya, Jepang adalah salah satu negara yang tetap mempertahankan tradisi membaca dan menulis manual dalam sistem pendidikannya. Di Jepang, siswa diajarkan menulis dengan tangan, termasuk seni kaligrafi (shodo), yang menjadi bagian integral dari pembelajaran. Tradisi ini tidak hanya melatih keterampilan menulis, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kesabaran, ketelitian, dan keindahan dalam berpikir (Sugimoto, 2015).
Hasilnya, siswa di Jepang menunjukkan tingkat pemahaman yang lebih baik dan memiliki keunggulan dalam menyusun argumen serta berpikir kritis. Pendidikan berbasis buku fisik dan tulisan tangan juga melatih siswa untuk fokus lebih lama, sebuah keterampilan yang sulit dipertahankan dalam dunia yang penuh gangguan digital (Nakazawa, 2019).
Indonesia, sebagai negara dengan populasi pelajar yang besar, perlu memikirkan kembali strategi pendidikannya. Pembelajaran berbasis teknologi memang penting, tetapi tidak boleh menggantikan sepenuhnya membaca dan menulis manual. Kombinasi kedua pendekatan ini diperlukan untuk menciptakan generasi yang tidak hanya paham teknologi, tetapi juga mandiri, kritis, dan kreatif.
Sekolah perlu mendorong siswa untuk membaca lebih banyak buku fisik dan menulis dengan tangan sebagai bagian dari kegiatan sehari-hari. Guru dapat memberikan tugas seperti membuat jurnal, menulis esai, atau membaca buku dan merangkum isinya secara manual. Dengan cara ini, siswa tidak hanya belajar materi, tetapi juga membangun kemampuan berpikir mandiri yang akan berguna sepanjang hidup mereka.
Meninggalkan tradisi membaca dan menulis manual sepenuhnya adalah langkah yang kurang bijak. Penggunaan teknologi memang penting, tetapi keterampilan dasar seperti membaca buku fisik dan menulis dengan tangan tidak boleh diabaikan. Indonesia dapat belajar dari negara-negara seperti Jepang yang berhasil memadukan tradisi dan inovasi untuk menciptakan generasi yang tangguh dan mandiri. Mari kita jadikan membaca dan menulis manual sebagai pijakan untuk membangun generasi yang siap menghadapi tantangan global tanpa kehilangan identitas dan nilai-nilai dasar mereka.
Daftar Pustaka
1. Honan, M. (2015). Finland’s Education Revolution: The End of Handwriting in Schools. Wired.
2. Mangen, A., Walgermo, B. R., & Brønnick, K. (2013). Reading linear texts on paper versus computer screen: Effects on reading comprehension. International Journal of Educational Research, 58, 61–68.
3. Mueller, P. A., & Oppenheimer, D. M. (2014). The Pen Is Mightier Than the Keyboard: Advantages of Longhand Over Laptop Note Taking. Psychological Science, 25(6), 1159–1168.
4. Nakazawa, J. (2019). The Art of Japanese Education: Tradition and Technology. Journal of Educational Perspectives, 12(4), 223–235.
5. Säljö, R. (2010). Digital tools and challenges to institutional traditions of learning: technologies, social memory, and the performative nature of learning. Journal of Computer Assisted Learning, 26(1), 53–64.
6. Sugimoto, Y. (2015). An Introduction to Japanese Society (4th ed.). Cambridge University Press.
7. UNESCO. (2019). Reading in the Digital Age: Challenges and Opportunities. Paris: UNESCO Publishing.