JAKARTA | Deraphukum.click | Kita semua pernah mendengar istilah “rep-rep,” sebuah kondisi yang dalam kepercayaan masyarakat Indonesia sering dikaitkan dengan pengalaman supranatural.
Fenomena ini merujuk pada situasi di mana seseorang merasa tubuhnya tertindih saat bangun tidur, tidak mampu bergerak, bahkan sering kali disertai perasaan sesak di dada. Dalam istilah medis, kondisi ini dikenal sebagai sleep paralysis, yaitu kelumpuhan tidur yang terjadi saat tubuh belum sepenuhnya bangun dari fase REM (rapid eye movement), tetapi pikiran sudah sadar.
Namun, di luar makna medis maupun mistisnya, istilah “rep-rep” yang kini digunakan dalam analogi sosial memberikan gambaran yang lebih luas. Melalui frasa “Inilah Indonesia saat ini… Rep-rep,” kondisi bangsa ini digambarkan seperti seseorang yang sadar akan masalah yang dihadapi, tetapi tidak mampu bergerak untuk mengatasinya.
Indonesia seakan berada dalam kondisi stagnasi, di mana berbagai persoalan yang menindihnya menciptakan tekanan yang begitu besar hingga menghambat upaya kemajuan.
Dalam perspektif sosial, kondisi “rep-rep” ini dapat dihubungkan dengan berbagai tantangan yang sedang dihadapi bangsa ini. Salah satu isu yang paling menonjol adalah persoalan ekonomi, Krisis global yang dipicu oleh pandemi COVID-19 beberapa tahun lalu telah meninggalkan dampak yang signifikan.
Rakyat kecil merasakan beban hidup yang semakin berat akibat tingginya harga kebutuhan pokok, sulitnya mencari pekerjaan, dan meningkatnya ketimpangan sosial, Seperti dada yang terasa sesak saat “rep-rep,” kondisi ekonomi ini menciptakan tekanan yang sulit untuk dilepaskan.
Di sisi lain, dinamika politik di Indonesia juga turut menjadi penyebab “kelumpuhan” ini. Konflik kepentingan yang terjadi di antara elit politik sering kali menjadi penghalang utama untuk mencapai stabilitas dan kemajuan.
Meski ada kesadaran untuk melakukan reformasi, langkah-langkah perubahan sering kali tertahan oleh kepentingan pribadi dan kelompok yang saling bertentangan. Hal ini menciptakan situasi di mana bangsa ini seperti tahu apa yang harus dilakukan, tetapi tidak mampu melakukannya karena tekanan yang begitu besar dari berbagai arah.
Tidak kalah pentingnya adalah persoalan sosial yang semakin kompleks. Polarisasi yang terjadi di masyarakat akibat perbedaan pandangan politik, agama, maupun budaya telah menciptakan jurang yang semakin lebar.
Intoleransi yang muncul di berbagai daerah menjadi bukti bahwa persatuan dan kesatuan bangsa ini sedang diuji. Maraknya berita palsu dan disinformasi yang tersebar di media sosial juga memperburuk keadaan, membuat masyarakat sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Semua ini seperti mempertegas bahwa Indonesia sedang berada dalam kondisi “rep-rep,” di mana kesadaran akan masalah yang ada tidak diiringi dengan kemampuan untuk bergerak menyelesaikannya.
Namun, seperti halnya sleep paralysis yang dapat diatasi dengan usaha dan kesabaran, kondisi “rep-rep” yang dialami bangsa ini juga bukan sesuatu yang tidak bisa diselesaikan. Dibutuhkan kesadaran kolektif dari seluruh elemen masyarakat untuk keluar dari situasi ini.
Pemerintah perlu mengambil langkah yang lebih tegas dan strategis untuk memperbaiki keadaan, baik melalui reformasi kebijakan ekonomi, pendidikan, maupun sosial. Kepemimpinan yang visioner dan berorientasi pada kepentingan rakyat harus menjadi prioritas utama. Selain itu, masyarakat juga harus didorong untuk lebih aktif berpartisipasi dalam pembangunan bangsa, baik melalui pendidikan, kewirausahaan, maupun gerakan sosial.
Pemanfaatan teknologi juga menjadi salah satu solusi untuk mempercepat kemajuan Indonesia. Transformasi digital yang sedang berlangsung dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi di berbagai sektor, mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga pemerintahan. Dengan teknologi, informasi dapat disampaikan dengan lebih cepat dan akurat, sehingga masyarakat dapat lebih memahami peran mereka dalam membangun bangsa.
Pada akhirnya, analogi “rep-rep” ini bukan hanya sebuah gambaran tentang kondisi bangsa yang sedang tertindih oleh berbagai persoalan, tetapi juga sebuah peringatan bahwa kesadaran saja tidak cukup tanpa diiringi dengan tindakan nyata.
Indonesia memiliki potensi besar untuk bangkit dari tekanan ini dan melangkah menuju masa depan yang lebih cerah. Dibutuhkan kerja keras, keberanian, dan kerjasama dari seluruh elemen masyarakat untuk mewujudkannya.
“Inilah Indonesia saat ini… Rep-rep.” Namun, dengan semangat gotong royong dan tekad yang kuat, Indonesia pasti mampu bangkit dan kembali bergerak menuju kemajuan.
Semoga refleksi ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk tidak hanya menyadari masalah, tetapi juga berani mengambil langkah untuk mengatasinya. (Redaksi).